Saat ngobrol-ngobrol bersama teman-teman yang latar belakangnya bukan teknik pertanian, saya iseng bertanya, "eh, kalo di teknik pertanian itu belajar rancang bangun mesin pertanian macem urusannya anak teknik mesin kan?". Dijawabnya malah gini, "Ya enggak lah bang! Teknik pertanian itu ya belajarnya cara nyangkul, setek, cangkok, dkk. Gak ada itu yang namanya bikin mesin. Kalo mau belajar rancang mesin ya ke bengkelnya anak teknik mesin, bukannya ke sawahnya anak teknik pertanian!". Astaga... apakah memang begitu pemahaman masyarakat terhadap teknik pertanian yang sudah berserakan di kampus-kampus se-Indonesia? Kalau memang benar begitu pandangan masyarakat dan generasi muda se-Indonesia terhadap cabang ilmu ini, maka wajar saja kalau peminatnya gak seheboh fakultas kedokteran ataupun cabang teknik yang lain. Gimana bisa berminat kalau yang terlintas di benak mereka pertama kali tentang teknik pertanian adalah "nyangkul, sawah, kebo, becek, lumpur, bau". Gak elit banget deh dari kampus di kota besar malah pindah ke medan lumpur gitu setelah lulus.
Mari kita melongok sejenak ke benua eropa. Disana teknologi pertanian sudah berkembang pesat karena kesadaran para petingginya kalau tanah mereka gak subur-subur banget jadi mereka mesti mengembangkan sesuatu untuk menutupinya. Coba lihat gambar-gambar disebelah kanan ini. Apakah anda melihat cangkul, bajak, sapi, kerbau, ataupun alat pertanian yang biasa anda lihat di sawah? Bukan saja tidak ada penampakan cangkul dan sebangsanya, bahkan yang terlihat di gambar tersebut adalah sesosok alat berat seperti yang biasa kita lihat di proyek-proyek pengaspalan jalan. Jadi dimana cangkulnya? Ya itu, cangkul, bajak, dan sapi digantikan oleh mesin berat tersebut.
Tidak hanya alat tradisional yang diganti menjadi monster baja penggaruk tanah, pekerjaan petani juga dipermudah oleh saran-saran yang diberikan "monster" tersebut. Coba lihat gambar disamping, nampak sebuah komputer mini kan? Nah tampilan monitor tersebut memberi masukan akan kondisi sekitar, sekarang tinggal si petaninya saja yang mengambil keputusan yang menurutnya paling tepat.
Oke, sudah cukup jalan-jalan ke Eropanya. Jadi apa yang kita dapatkan tentang teknik pertanian? Ternyata teknik pertanian kedepannya malah cenderung berurusan dengan mesin-mesin pintar tersebut. Bisa dibilang kalau teknik pertanian salah satu tipe lintas-disiplin ilmu seperti teknik mesin, meteorologi klimatologi, dan teknik fisika atau mungkin bisa dibilang teknik mesin orientasi pertanian.
Tidak salah memang kalau ada yang menyebut teknik pertanian berurusan dengan irigasi, pengolahan tanah, pembibitan, dan penanganan pasca panen. Tapi adakah yang menyebutkan bahwa kita cuma berurusan dengan teknologi yang ada sekarang atau mungkin teknologi pertanian yang primitif? Walaupun ada menyinggung sistem tradisional, tapi itu semata-mata untuk memahami sistem kerja yang sederhana dari pertanian tradisinoal karena hal-hal yang kompleks tak lebih dari pengembangan hal-hal sederhana yang ditinggalkan oleh nenek moyang kita. Tapi setelah memahami cara kerja sistem sederhana tersebut, sebenarnya sudah ada kesempatan untuk berimprovisasi dengan ilmu-ilmu yang didapatkan dari "ilmu nyasar" seperti permesinan dan sebangsanya.
Coba saja lihat contoh yang sederhana seperti traktor. Cara kerja mesin tersebut sebenarnya sama saja dengan bajak yang ditarik oleh kerbau ataupun sapi hanya saja tenaga hewannya yang diganti dengan mesin diesel dan bisa mengangkut beberapa variasi bajak sekaligus. Sekarang mari kita lihat apa saja sistem pertanian tradisional yang kira-kira bisa dimodernisasikan. Mungkin kita sudah bosan melihat bagaimana petani padi mengusir burung-burung yang iseng mencari nafkah di sawah mereka terutama saat mendekati masa panen raya. Biasanya petani akan berteriak ataupun menggoyangkan seperangkat kaleng yang dirakit sedemikian rupa sehingga bisa digoyangkan dari jarak jauh. tapi pernahkah terpikir untuk menggertak burung-burung kelaparan tersebut dengan menggunakan "musuh alami"nya? Untuk burung kecil pemakan biji biasanya takut dengan burung besar karnivora seperti elang. Elang sendiri memiliki suara pekikan yang khas. Jadi mungkin kita bisa menggunakan speaker-speaker kecil yang secara otomatis mengeluarkan pekikan seperti burung elang dalam interval waktu tertentu. Atau kalau mau lebih canggih lagi bisa ditempatkan sensor inframerah untuk mendeteksi benda yang masuk(burung) areal padi. Ketika sensor mendeteksi kehadiran seekor atau segerombolan burung, maka pekikan elang jadi-jadian akan segera membahana di areal tersebut. Cukup keren bukan? Petani gak mesti melototin sawahnya seharian demi menjaga padinya dari serbuan rampok udara tersebut.
Nah kira-kira begitulah yang bisa dihasilkan dari cabang teknik pertanian, tidak mesti harus ikut mencangkul di sawah melainkan melahirkan inovasi-inovasi baru di bidang pertanian yang bisa meningkatkan produktivitas ataupun membuat nyaman para petani dengan teknologi mereka. Masih ada yang ingin menggunakan cangkul tradisional setelah memiliki ilmu tersebut? Rugi dong ilmu yang sudah dipelajari tapi tetap menggunakan sistem yang begitu-begitu saja. Ingat, daratan eropa pertaniannya memiliki kendala musim dingin tapi pertanian mereka bisa makmur karena teknologi pertanian yang mereka miliki, sekarang bayangkan Indonesia yang tanahnya subur dan dilimpahi matahari selama setahun penuh ini kalau menggunakan teknologi yang mumpuni. Thailand, Jepang? Lewat!!!!!!
Oke, sudah cukup jalan-jalan ke Eropanya. Jadi apa yang kita dapatkan tentang teknik pertanian? Ternyata teknik pertanian kedepannya malah cenderung berurusan dengan mesin-mesin pintar tersebut. Bisa dibilang kalau teknik pertanian salah satu tipe lintas-disiplin ilmu seperti teknik mesin, meteorologi klimatologi, dan teknik fisika atau mungkin bisa dibilang teknik mesin orientasi pertanian.
Tidak salah memang kalau ada yang menyebut teknik pertanian berurusan dengan irigasi, pengolahan tanah, pembibitan, dan penanganan pasca panen. Tapi adakah yang menyebutkan bahwa kita cuma berurusan dengan teknologi yang ada sekarang atau mungkin teknologi pertanian yang primitif? Walaupun ada menyinggung sistem tradisional, tapi itu semata-mata untuk memahami sistem kerja yang sederhana dari pertanian tradisinoal karena hal-hal yang kompleks tak lebih dari pengembangan hal-hal sederhana yang ditinggalkan oleh nenek moyang kita. Tapi setelah memahami cara kerja sistem sederhana tersebut, sebenarnya sudah ada kesempatan untuk berimprovisasi dengan ilmu-ilmu yang didapatkan dari "ilmu nyasar" seperti permesinan dan sebangsanya.

Nah kira-kira begitulah yang bisa dihasilkan dari cabang teknik pertanian, tidak mesti harus ikut mencangkul di sawah melainkan melahirkan inovasi-inovasi baru di bidang pertanian yang bisa meningkatkan produktivitas ataupun membuat nyaman para petani dengan teknologi mereka. Masih ada yang ingin menggunakan cangkul tradisional setelah memiliki ilmu tersebut? Rugi dong ilmu yang sudah dipelajari tapi tetap menggunakan sistem yang begitu-begitu saja. Ingat, daratan eropa pertaniannya memiliki kendala musim dingin tapi pertanian mereka bisa makmur karena teknologi pertanian yang mereka miliki, sekarang bayangkan Indonesia yang tanahnya subur dan dilimpahi matahari selama setahun penuh ini kalau menggunakan teknologi yang mumpuni. Thailand, Jepang? Lewat!!!!!!
No comments:
Post a Comment